Take Action
Bulan setengah lingkaran menggantung indah dipuncak
malam. Cahayanya redup dan tidak memperlihatkan kebesarannya sebagai benda
angkasa yang berkuasa memuncaki malam. Bintang-bintang yang ada di sekitarnya
pun tidak seberapa banyak, hanya beberapa yang terlihat jelas kerlipnya,
lainnya redup dan tidak jelas keberadaannya.
Angin yang seharusnya bertiup lembut, tidak
kurasakan. Tidak seperti beberapa malam sebelumnya, tidak ada penyambutan
khusus darinya. Biasanya, setiap aku membuka jendela kamar beranda rumahku ini,
aku selalu disambut belaian angin malam yang dingin, mengelus seluruh pori-pori
kulit wajahku. Namun, malam ini tidak, aku tidak merasakan hembusan angin. Aku
sering menatap kosong keindahan malam kota di beranda ini, berusaha untuk
menemukan sesuatu yang tidak aku ketahui atau hanya untuk menenangkan diri
sendiri. Ya, seperti yang kulakukan malam ini, berusaha untuk menenangkan diri.
Namaku Raziq. Aku seorang siswa dari salah satu SMA
di Berau. Aku berasal dari keluarga yang berkecukupan, orang tua ku selalu
memberikan apa yang aku butuhkan. Aku bukanlah seorang siswa yang pintar dan
bukan pula seorang siswa yang berprestasi. Sudah tigakali aku terpaksa di
keluarkan dari sekolah, dengan alasan yang sama yaitu karena ketidak disiplinan
dan kenakalanku. Sudah terlalu sabar orang tua ku menghadapiku, dan kini aku
ingin membalas semua kebaikan orang tua ku dengan membuktikan keseriusanku
dalam menuntut ilmu.
Kini aku telah menginjak kelas 3 SMA, sekarang tidak
ada lagi waktu untuk bermain-main atau untuk bersenang-senang bersama
teman-temanku. Di kelas ini aku bertekad untuk bisa menjadi yang terbaik, entah
bagaimana caranya. Aku tidak tahu harus memulai dari mana untuk mewujudkan
mimpi ku ini, sudah terlalu banyak catatan merah yang melekat di diriku.
Aku melangkahkan kaki ku menuju kelas yang berada di
ujung dari bangunan ini, dengan penuh semangat aku memasuki ruangan yang riuh
dengan canda tawa dari teman-temanku.
“Teman-teman, mohon perhatiannya donk” berusaha
mengambil alih keadaan kelas. “ok terima kasih, hemm saya hanya ingin
menyampaikan sebuah rencana besarku kepada kalian” sejenak ruangan ini sunyi
tanpa sepatah kata pun.
“Rencana apa ziq” tanya Ahmad sahabatku.
“Hemm begini, setelah aku renungkan tentang hidupku,
sudah terlalu banyak catatan kusam tentang hidupku, aku bertekad mulai dari
sekarang aku akan mengganti catatan kusam itu dengan catatan yang lebih indah”
jelasku
“Kamu kenapa ziq? sakit ?” Tanya Raisa dengan mimik
bingung dan heran
“Hahaha... ya nda lah raisa,, aku sehat wal afiat. Aku
hanya ingin mengubah hidupku menjadi lebih baik lagi. Ok teman-teman ini janji
saya dan mulai sekarang saya akan belajar dengan sungguh-sungguh, ya targetku
sih jadi lulusan terbaik.. “jelasku
“What??? Lulusan terbaik?? Yakin ziq?? Memang bisa??
Nilai kamu aja gak pernah lebih dari nilai standar kelulusan, itupun karena guru-guru
sudah bosan memperbaiki nilai kamu..” celoteh Alya, siswa paling berprestasi di
sekolah ini.
“Yaa.. do’akan aja.. namanya juga usaha” jawabku
singkat.
Tanpa disadari kata-kata Alya itu, bagaikan pedang
tajam yang telah mencincang-cincang hati ku dan seluruh jiwaku, bukan lebay
tapi itulah perasaanku. Kata-kata itu memang wajar dilontarkan, aku sadar bahwa
memang aku bukanlah siswa yang pintar dan bukan pula siswa yang rajin untuk mengulang
pelajaran. Hampir setiap mata pelajaran nilaiku selalu merah kecuali mata
pelajaran matematika karena aku sangat menyukainya. Bahkan untuk memperbaiki
nilai-nilaiku butuh berulang-ulang kali untuk mendapatkan nilai yang
ditetapkan. “Biarkan orang lain meremehkanmu tapi jangan biarkan dirimu
meremehkan diri sendiri” semangatku.
Tok.. tok... tok.., Ketukan pintu menyadarkan dari
lamunanku.
“Raziq,, ini silahkan kamu isi formulir ini”
selembaran kertas dari tangan ibuku.
“Apa ini bu?” tanyaku bingung.
“Ini formulir bimbingan belajar, kamu sekarangkan
sudah kelas 3 SMA, sebentar lagi kamu akan ujian, Ibu berharap kamu mau
mengikuti kursus bimbingan belajar ini supaya kamu bisa lulus dengan baik dan
bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Kamu mau kan?” jelas ibu
dengan penuh harap
Jenjang lebih tinggi? Ya aku mau melanjutkan ke
jenjang lebih tinggi, aku akan menepati janjiku bahwa aku akan mengubah hidupku
menjadi lebih baik lagi, aku mau mewujudkan impianku untuk menjadi arsitek
terkenal seperti ayah, desahku dalam hati. “ Iya bu, Raziq mau ikut bimbingan
belajar itu. Jadi kapan kegiatan itu dimulai bu? Tanyaku penuh semangat.
“Alhamdulillah, kegiatan itu Insyaallah dimulai
minggu depan. Sekarang... kamu isi formulir ini dan lengkapi semua persyaratannya,
biar besok bisa Ibu antarkan formulir ini” jelas Ibu dengan mimik ceria.
“Oke bu” jawabku singkat.
“Raziq...” tatapan ibu lekat
“Iya bu...”
“Siapapun bisa jadi juara kalau tidak menyerah,
berusahalah di atas rata-rata orang lain. Jangan menyerah, karna menyerah
berarti menunda masa senang di masa datang” jelas ibu, memberiku semangat. “Dan
ingat, perjuangan tidak hanya butuh kerja keras, tapi juga kesabaran dan
keikhlasan untuk mendapat tujuan yang di impikan” tambah ibu.
“Iya bu, terima kasih nasehatnya” jawabku. Raziq akan
membanggakan ibu dan ayah, bisikku dalam hati.
Aku berharap semoga ini adalah sebuah jalan yang di
berikan Allah untuk ku, jalan yang akan membantuku menjadi lebih baik, apapun
akan aku lakukan untuk mengubah diriku menjadi lebih baik dan membuktikan
kepada dunia bahwa aku bisa memberikan manfaat bagi orang lain, desahku dalam
hati. Seketika aku ingat nasehat ayahku, beliau pernah mengatakan kepadaku
bahwa “jadilah seperti anjuran Nabi, khairunnas anfauhum linnas, sebaik-baik
manusia adalah manusia yang memberi manfaat bagi orang lain”. “Ya hatiku
semakin yakin bahwa aku bisa menjadi yang terbaik dan aku bisa memberi manfaat
bagi orang lain, biarlah mereka berpendapat apapun tentangku, karena bukan
mereka yang menentukan nasibku, tapi diriku dan Tuhan” memotivasi diriku
sendiri.
~
Kini setiap hari, kulalui dengan tumpukan buku-buku
pelajaran. Ujian Nasional tinggal menghitung minggu, tumpukan-tumpukan buku
pelajaran satu persatu aku tumbangkan dengan keringat dingin dan nafas
ngos-ngosan. Aku bukan siswa yang cepat menangkap pelajaran, itu sebabnya aku
selalu mengulang untuk mempelajari semua materi pelajaran yang telah diberikan
di sekolah dan di tempat bimbingan belajarku. Jangan menyerah, tinggal beberapa
langkah lagi untuk mencapai tujuan, Semangatku dalam hati.
Tak terasa, ini adalah hari yang paling bersejarah
dalam hidupku, hari dimana aku akan membuktikan hasil kerja kerasku selama
beberapa bulan terakhir, hari dimana aku akan menepati semua janji-janjiku.
Dengan semangat aku turunin tangga satu persatu dengan
debaran jantung yang tak menentu menuju ruang makan untuk sarapan bersama
keluargaku. Dengan senyuman manisnya, ibu mempersilahkan ku duduk dan memberiku
beberapa potong roti untuk mengisi perut agar lebih siap berjuang dengan
senjata runcing yang telah aku siapkan sejak semalam, pensil 2B.
“Jangan lupa baca do’a makan ziq...” canda ayah,
beliau tahu bahwa aku cukup gugup untuk menghadapi hari ini.
“Hehe.. iya yah” jawabku singkat
Seketika ruangan makan hening. Jantungku berdegub
kencang, ada rasa serba salah dalam hatiku, aku takut tidak bisa menyelesaikan
soal-soal ujian dengan baik, ingin rasanya lari dari semua ini, tapi itu tidak
akan aku lakukan. Aku tidak akan menyerah, meski hidup ku digelung kegalauan
akut. Aku dengan segera menyelesaikan sarapan dan pamit untuk pergi ke sekolah.
“Ayah.. Ibu.. Raziq pamit ke sekolah dulu, do’akan
Raziq ya” pintaku seraya mencium tangan kedua orang tua ku. Aku percaya bahwa
do’a orang tua dapat menolong setiap langkah kaki ku di bumi ini.
“Iya ziq, Ibu dan ayah pasti akan mendo’akanmu,
semoga kamu bisa menyelesaikan semua soal ujian dengan mudah dan bisa mencapai
cita-citamu” do’a ibu.
“Hemmm... Kamu pasti bisa ziq” semangat ayah seraya
menepuk-nepuk punggungku.
“Iya ayah.. Ibu.. terima kasih do’a nya, Raziq pamit
dulu. Assalammualaikum”
“Waalaikumsalam” jawab orang tua ku.
Senyuman dan salam, ku ucapkan untuk mengawali
langkah kaki ku. Terbayang wajah ayah dan ibu ku, senyuman dan do’a mereka
menjadi semangat baru bagiku. Aku usir jauh-jauh rasa takutku dan dengan
semangat aku langkahkan kaki ku menuju ruang ujian, mempersiapkan segalanya dan
membaca soal satu persatu dengan hati-hati.
Tak terasa aku telah mengikuti semua ujian yang diadakan
di sekolah. Hanya tinggal menunggu beberapa minggu untuk mengetahui hasilnya. Setelah
ujian itu berlangsung tidurku tidak pernah nyenyak, hatiku selalu gelisah dan
tidak tenang. Selalu dibayangi mimpi-mimpi buruk tentang ujian. Semakin dekat
waktu pengumuman semakin kacau mimpiku, semakin tidak enak makan dan tidurku.
Pikiran aneh-aneh silih berganti, bagaimana kalau aku tidak lulus? Aku coba
usir kekhawatiran ini jauh-jauh dengan berdo’a khusyuk atau dengan bermain
basket bersama teman-temanku.
Tiba waktunya, jantungku terus berdegub kencang,
wajahku pucat dan pasrah. Aku akan menerima apapun hasilnya. Aku yakin bahwa
tuhan selalu menentukan yang terbaik untuk hambanya. Gedung ini telah dihadiri
seluruh peserta ujian, dengan suara serak kepala sekolah memberikan pidato
singkatnya, setelah itu dilanjutkan dengan membacakan hasil ujian. Dengan
seksama aku mendengarkan setiap nama yang disebutkan, dari A sampai Z, tapi...
dimana namaku, kenapa belum disebutkan. Dengan segera kepala sekolah menyatakan
bahwa hanya siswa yang disebutkan yang di nyatakan lulus ujian, dan seluruh
nama siswa disebutkan... berarti seluruh siswa lulus kecuali..... aku! Ya aku.
Apa?? akuuuu....??.
Bagaikan tersengat listrik disiang hari, mukaku pucat
dan timbul berjuta penyesalan. Kenapa aku tidak berusaha lebih baik?.
Teman-temanku menatapku dengan Iba,
berusaha memberiku semangat, tapi aku tidak butuh kata-kata semangat mereka,
aku sudah terlalu kecewa dengan diriku sendiri, aku malu untuk mengatakan
kepada orang tua ku, AKU GAGAL. Suara mikropon berdengung terdengar suara serak
kepala sekolahku, aku sudah tidak tertarik dengan apa yang akan di
bicarakannya.
“Hadirin sekalian, mohon perhatiannya” seketika
ruangan menjadi tenang. “memang benar kata pepatah bahwa sabar itu awalnya
terasa pahit, tetapi akhirnya lebih manis dari pada madu”. Aku tidak perduli
dengan yang dia katakan.
“Baiklah... ada hal yang terlupakan yaitu membacakan
predikat dari kelulusan yang kalian dapatkan” penjelasannya itu seakan-akan
tidak perduli dengan perasaanku, tapi ada rasa penasaran, mungkin Alya yang
mendapatkan predikat itu, dia siswa terbaik di sekolah ini. “Baik langsung
saja... adapun siswa yang mendapatkan predikat lulusan terbaik dengan nilai
yang nyaris sempurna adalah Muhammad Raziq”
Itu namaku,, yaaa gak salah lagi hanya aku yang
memiliki nama itu di sekolah ini. AKU BERHASIL. AKU LULUS. AKU BISA. Seketika
itu juga aku langsung sujud syukur dan memeluk teman-teman yang bergembira
digedung ini. Aku lulus dengan nilai yang memuaskan, gedung ini sentak menjadi
ramai dengan tepuk tangan yang riuh dan sorak-sorak teman-teman semua.
~
Belaian lembut udara pagi ini mengawali hariku yang indah, tenang
dan penuh harapan. Pantulan cahaya matahari di ufuk timur menampakkan
berjuta pesonanya, bagaikan magnet yang terus menarik perhatianku. Pandanganku terus
menerawang keseluruh bagian pulau ini. Indah dan penuh ketenangan
desahku dalam hati. Tak ada satu bagianpun yang terlewatkan dari mataku.
Perlahan aku berjalan di atas pasir putih dan menikmati belaian lembut air laut
yang menari indah ditepi pantai.
Penghuni pulau ini telah tersadar dari mimpi indahnya,
kini mereka sibuk dengan rutinitas hariannya. Tak luput dari pandanganku kapal-kapal
nelayan nan sederhana yang beranjak pergi meninggalkan bibir pantai dengan
penuh harapan, tersirat
sebuah cita-cita mulia dari setiap langkahnya,
meninggalkan daratan yang tenang untuk mencari sesuatu yang tersimpan dibalik
terjangan ombak yang ganas.
Mengenang masa lalu, membuatku terkekeh sendiri di kursi pantai Derawan,
masa remaja yang ku hiasi dengan kenakalan, hingga akhirnya aku bertekad
mengubah penilaian orang tentang diriku. Kini aku telah lulus S3 dengan
predikat lulusan terbaik , memiliki seorang istri yang cantik dan sholehah
serta memiliki dua orang bidadari kecil. Sekarang aku telah menjadi seorang
arsitek terkenal seperti impianku dan memiliki beberapa usaha adalah bukti
bahwa aku telah menepati janji-janjiku, bahwa aku akan menjadi yang terbaik dan
bermanfaat bagi orang lain.
Kini terbayar lunas sudah semua janjiku kepada diriku sendiri. Semua
impian, cita-cita akan terwujud dengan kesungguh-sungguhan, seperti nasehat
Imam Syafi’i “Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”.
Bagaimanapun tingginya impian, dia tetap wajib di bela habis-habisan, walau
semua orang meragukan, meski semua orang meremehkan. Aku selalu berusaha
memotivasi diriku sendiri ketika aku rapuh, aku percaya bahwa usaha yang
sungguh-sungguh dan sabar akan mengalahkan usaha yang biasa-biasa saja. Karena
sesungguhnya didalam sabar itu ada pintu kesuksesan. Man Jadda Wajada.
semangat....!!!
BalasHapusSALAM KENAL..