Sabtu, 28 Maret 2015

cerpen pertamaku _ Anna


Take Action
Bulan setengah lingkaran menggantung indah dipuncak malam. Cahayanya redup dan tidak memperlihatkan kebesarannya sebagai benda angkasa yang berkuasa memuncaki malam. Bintang-bintang yang ada di sekitarnya pun tidak seberapa banyak, hanya beberapa yang terlihat jelas kerlipnya, lainnya redup dan tidak jelas keberadaannya.
Angin yang seharusnya bertiup lembut, tidak kurasakan. Tidak seperti beberapa malam sebelumnya, tidak ada penyambutan khusus darinya. Biasanya, setiap aku membuka jendela kamar beranda rumahku ini, aku selalu disambut belaian angin malam yang dingin, mengelus seluruh pori-pori kulit wajahku. Namun, malam ini tidak, aku tidak merasakan hembusan angin. Aku sering menatap kosong keindahan malam kota di beranda ini, berusaha untuk menemukan sesuatu yang tidak aku ketahui atau hanya untuk menenangkan diri sendiri. Ya, seperti yang kulakukan malam ini, berusaha untuk menenangkan diri.
Namaku Raziq. Aku seorang siswa dari salah satu SMA di Berau. Aku berasal dari keluarga yang berkecukupan, orang tua ku selalu memberikan apa yang aku butuhkan. Aku bukanlah seorang siswa yang pintar dan bukan pula seorang siswa yang berprestasi. Sudah tigakali aku terpaksa di keluarkan dari sekolah, dengan alasan yang sama yaitu karena ketidak disiplinan dan kenakalanku. Sudah terlalu sabar orang tua ku menghadapiku, dan kini aku ingin membalas semua kebaikan orang tua ku dengan membuktikan keseriusanku dalam menuntut ilmu.
Kini aku telah menginjak kelas 3 SMA, sekarang tidak ada lagi waktu untuk bermain-main atau untuk bersenang-senang bersama teman-temanku. Di kelas ini aku bertekad untuk bisa menjadi yang terbaik, entah bagaimana caranya. Aku tidak tahu harus memulai dari mana untuk mewujudkan mimpi ku ini, sudah terlalu banyak catatan merah yang melekat di diriku.
Aku melangkahkan kaki ku menuju kelas yang berada di ujung dari bangunan ini, dengan penuh semangat aku memasuki ruangan yang riuh dengan canda tawa dari teman-temanku.
“Teman-teman, mohon perhatiannya donk” berusaha mengambil alih keadaan kelas. “ok terima kasih, hemm saya hanya ingin menyampaikan sebuah rencana besarku kepada kalian” sejenak ruangan ini sunyi tanpa sepatah kata pun.
“Rencana apa ziq” tanya Ahmad sahabatku.
“Hemm begini, setelah aku renungkan tentang hidupku, sudah terlalu banyak catatan kusam tentang hidupku, aku bertekad mulai dari sekarang aku akan mengganti catatan kusam itu dengan catatan yang lebih indah” jelasku
“Kamu kenapa ziq? sakit ?” Tanya Raisa dengan mimik bingung dan heran
“Hahaha... ya nda lah raisa,, aku sehat wal afiat. Aku hanya ingin mengubah hidupku menjadi lebih baik lagi. Ok teman-teman ini janji saya dan mulai sekarang saya akan belajar dengan sungguh-sungguh, ya targetku sih jadi lulusan terbaik.. “jelasku
“What??? Lulusan terbaik?? Yakin ziq?? Memang bisa?? Nilai kamu aja gak pernah lebih dari nilai standar kelulusan, itupun karena guru-guru sudah bosan memperbaiki nilai kamu..” celoteh Alya, siswa paling berprestasi di sekolah ini.
“Yaa.. do’akan aja.. namanya juga usaha” jawabku singkat.
Tanpa disadari kata-kata Alya itu, bagaikan pedang tajam yang telah mencincang-cincang hati ku dan seluruh jiwaku, bukan lebay tapi itulah perasaanku. Kata-kata itu memang wajar dilontarkan, aku sadar bahwa memang aku bukanlah siswa yang pintar dan bukan pula siswa yang rajin untuk mengulang pelajaran. Hampir setiap mata pelajaran nilaiku selalu merah kecuali mata pelajaran matematika karena aku sangat menyukainya. Bahkan untuk memperbaiki nilai-nilaiku butuh berulang-ulang kali untuk mendapatkan nilai yang ditetapkan. “Biarkan orang lain meremehkanmu tapi jangan biarkan dirimu meremehkan diri sendiri” semangatku.
Tok.. tok... tok.., Ketukan pintu menyadarkan dari lamunanku.
“Raziq,, ini silahkan kamu isi formulir ini” selembaran kertas dari tangan ibuku.
“Apa ini bu?” tanyaku bingung.
“Ini formulir bimbingan belajar, kamu sekarangkan sudah kelas 3 SMA, sebentar lagi kamu akan ujian, Ibu berharap kamu mau mengikuti kursus bimbingan belajar ini supaya kamu bisa lulus dengan baik dan bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Kamu mau kan?” jelas ibu dengan penuh harap
Jenjang lebih tinggi? Ya aku mau melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, aku akan menepati janjiku bahwa aku akan mengubah hidupku menjadi lebih baik lagi, aku mau mewujudkan impianku untuk menjadi arsitek terkenal seperti ayah, desahku dalam hati. “ Iya bu, Raziq mau ikut bimbingan belajar itu. Jadi kapan kegiatan itu dimulai bu? Tanyaku penuh semangat.
“Alhamdulillah, kegiatan itu Insyaallah dimulai minggu depan. Sekarang... kamu isi formulir ini dan lengkapi semua persyaratannya, biar besok bisa Ibu antarkan formulir ini” jelas Ibu dengan mimik ceria.
“Oke bu” jawabku singkat.
“Raziq...” tatapan ibu lekat
“Iya bu...”
“Siapapun bisa jadi juara kalau tidak menyerah, berusahalah di atas rata-rata orang lain. Jangan menyerah, karna menyerah berarti menunda masa senang di masa datang” jelas ibu, memberiku semangat. “Dan ingat, perjuangan tidak hanya butuh kerja keras, tapi juga kesabaran dan keikhlasan untuk mendapat tujuan yang di impikan” tambah ibu.
“Iya bu, terima kasih nasehatnya” jawabku. Raziq akan membanggakan ibu dan ayah, bisikku dalam hati.
Aku berharap semoga ini adalah sebuah jalan yang di berikan Allah untuk ku, jalan yang akan membantuku menjadi lebih baik, apapun akan aku lakukan untuk mengubah diriku menjadi lebih baik dan membuktikan kepada dunia bahwa aku bisa memberikan manfaat bagi orang lain, desahku dalam hati. Seketika aku ingat nasehat ayahku, beliau pernah mengatakan kepadaku bahwa “jadilah seperti anjuran Nabi, khairunnas anfauhum linnas, sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberi manfaat bagi orang lain”. “Ya hatiku semakin yakin bahwa aku bisa menjadi yang terbaik dan aku bisa memberi manfaat bagi orang lain, biarlah mereka berpendapat apapun tentangku, karena bukan mereka yang menentukan nasibku, tapi diriku dan Tuhan” memotivasi diriku sendiri.
~
Kini setiap hari, kulalui dengan tumpukan buku-buku pelajaran. Ujian Nasional tinggal menghitung minggu, tumpukan-tumpukan buku pelajaran satu persatu aku tumbangkan dengan keringat dingin dan nafas ngos-ngosan. Aku bukan siswa yang cepat menangkap pelajaran, itu sebabnya aku selalu mengulang untuk mempelajari semua materi pelajaran yang telah diberikan di sekolah dan di tempat bimbingan belajarku. Jangan menyerah, tinggal beberapa langkah lagi untuk mencapai tujuan, Semangatku dalam hati.
Tak terasa, ini adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupku, hari dimana aku akan membuktikan hasil kerja kerasku selama beberapa bulan terakhir, hari dimana aku akan menepati semua janji-janjiku.
Dengan semangat aku turunin tangga satu persatu dengan debaran jantung yang tak menentu menuju ruang makan untuk sarapan bersama keluargaku. Dengan senyuman manisnya, ibu mempersilahkan ku duduk dan memberiku beberapa potong roti untuk mengisi perut agar lebih siap berjuang dengan senjata runcing yang telah aku siapkan sejak semalam, pensil 2B.
“Jangan lupa baca do’a makan ziq...” canda ayah, beliau tahu bahwa aku cukup gugup untuk menghadapi hari ini.
“Hehe.. iya yah” jawabku singkat
Seketika ruangan makan hening. Jantungku berdegub kencang, ada rasa serba salah dalam hatiku, aku takut tidak bisa menyelesaikan soal-soal ujian dengan baik, ingin rasanya lari dari semua ini, tapi itu tidak akan aku lakukan. Aku tidak akan menyerah, meski hidup ku digelung kegalauan akut. Aku dengan segera menyelesaikan sarapan dan pamit untuk pergi ke sekolah.
“Ayah.. Ibu.. Raziq pamit ke sekolah dulu, do’akan Raziq ya” pintaku seraya mencium tangan kedua orang tua ku. Aku percaya bahwa do’a orang tua dapat menolong setiap langkah kaki ku di bumi ini.
“Iya ziq, Ibu dan ayah pasti akan mendo’akanmu, semoga kamu bisa menyelesaikan semua soal ujian dengan mudah dan bisa mencapai cita-citamu” do’a ibu.
“Hemmm... Kamu pasti bisa ziq” semangat ayah seraya menepuk-nepuk punggungku.
“Iya ayah.. Ibu.. terima kasih do’a nya, Raziq pamit dulu. Assalammualaikum”
“Waalaikumsalam” jawab orang tua ku.
Senyuman dan salam, ku ucapkan untuk mengawali langkah kaki ku. Terbayang wajah ayah dan ibu ku, senyuman dan do’a mereka menjadi semangat baru bagiku. Aku usir jauh-jauh rasa takutku dan dengan semangat aku langkahkan kaki ku menuju ruang ujian, mempersiapkan segalanya dan membaca soal satu persatu dengan hati-hati.
Tak terasa aku telah mengikuti semua ujian yang diadakan di sekolah. Hanya tinggal menunggu beberapa minggu untuk mengetahui hasilnya. Setelah ujian itu berlangsung tidurku tidak pernah nyenyak, hatiku selalu gelisah dan tidak tenang. Selalu dibayangi mimpi-mimpi buruk tentang ujian. Semakin dekat waktu pengumuman semakin kacau mimpiku, semakin tidak enak makan dan tidurku. Pikiran aneh-aneh silih berganti, bagaimana kalau aku tidak lulus? Aku coba usir kekhawatiran ini jauh-jauh dengan berdo’a khusyuk atau dengan bermain basket bersama teman-temanku.
Tiba waktunya, jantungku terus berdegub kencang, wajahku pucat dan pasrah. Aku akan menerima apapun hasilnya. Aku yakin bahwa tuhan selalu menentukan yang terbaik untuk hambanya. Gedung ini telah dihadiri seluruh peserta ujian, dengan suara serak kepala sekolah memberikan pidato singkatnya, setelah itu dilanjutkan dengan membacakan hasil ujian. Dengan seksama aku mendengarkan setiap nama yang disebutkan, dari A sampai Z, tapi... dimana namaku, kenapa belum disebutkan. Dengan segera kepala sekolah menyatakan bahwa hanya siswa yang disebutkan yang di nyatakan lulus ujian, dan seluruh nama siswa disebutkan... berarti seluruh siswa lulus kecuali..... aku! Ya aku. Apa?? akuuuu....??.
Bagaikan tersengat listrik disiang hari, mukaku pucat dan timbul berjuta penyesalan. Kenapa aku tidak berusaha lebih baik?. Teman-temanku menatapku dengan  Iba, berusaha memberiku semangat, tapi aku tidak butuh kata-kata semangat mereka, aku sudah terlalu kecewa dengan diriku sendiri, aku malu untuk mengatakan kepada orang tua ku, AKU GAGAL. Suara mikropon berdengung terdengar suara serak kepala sekolahku, aku sudah tidak tertarik dengan apa yang akan di bicarakannya.
“Hadirin sekalian, mohon perhatiannya” seketika ruangan menjadi tenang. “memang benar kata pepatah bahwa sabar itu awalnya terasa pahit, tetapi akhirnya lebih manis dari pada madu”. Aku tidak perduli dengan yang dia katakan.
“Baiklah... ada hal yang terlupakan yaitu membacakan predikat dari kelulusan yang kalian dapatkan” penjelasannya itu seakan-akan tidak perduli dengan perasaanku, tapi ada rasa penasaran, mungkin Alya yang mendapatkan predikat itu, dia siswa terbaik di sekolah ini. “Baik langsung saja... adapun siswa yang mendapatkan predikat lulusan terbaik dengan nilai yang nyaris sempurna adalah Muhammad Raziq”
Itu namaku,, yaaa gak salah lagi hanya aku yang memiliki nama itu di sekolah ini. AKU BERHASIL. AKU LULUS. AKU BISA. Seketika itu juga aku langsung sujud syukur dan memeluk teman-teman yang bergembira digedung ini. Aku lulus dengan nilai yang memuaskan, gedung ini sentak menjadi ramai dengan tepuk tangan yang riuh dan sorak-sorak teman-teman semua.
~
Belaian lembut udara pagi ini mengawali hariku yang indah, tenang dan penuh harapan. Pantulan cahaya matahari di ufuk timur menampakkan berjuta pesonanya, bagaikan magnet yang terus menarik perhatianku. Pandanganku terus menerawang keseluruh bagian pulau ini. Indah dan penuh ketenangan desahku dalam hati. Tak ada satu bagianpun yang terlewatkan dari mataku. Perlahan aku berjalan di atas pasir putih dan menikmati belaian lembut air laut yang menari indah ditepi pantai.
Penghuni pulau ini telah tersadar dari mimpi indahnya, kini mereka sibuk dengan rutinitas hariannya. Tak luput dari pandanganku kapal-kapal nelayan nan sederhana yang beranjak pergi meninggalkan bibir pantai dengan penuh harapan, tersirat sebuah cita-cita mulia dari setiap langkahnya, meninggalkan daratan yang tenang untuk mencari sesuatu yang tersimpan dibalik terjangan ombak yang ganas.
Mengenang masa lalu, membuatku terkekeh sendiri di kursi pantai Derawan, masa remaja yang ku hiasi dengan kenakalan, hingga akhirnya aku bertekad mengubah penilaian orang tentang diriku. Kini aku telah lulus S3 dengan predikat lulusan terbaik , memiliki seorang istri yang cantik dan sholehah serta memiliki dua orang bidadari kecil. Sekarang aku telah menjadi seorang arsitek terkenal seperti impianku dan memiliki beberapa usaha adalah bukti bahwa aku telah menepati janji-janjiku, bahwa aku akan menjadi yang terbaik dan bermanfaat bagi orang lain.
Kini terbayar lunas sudah semua janjiku kepada diriku sendiri. Semua impian, cita-cita akan terwujud dengan kesungguh-sungguhan, seperti nasehat Imam Syafi’i “Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”. Bagaimanapun tingginya impian, dia tetap wajib di bela habis-habisan, walau semua orang meragukan, meski semua orang meremehkan. Aku selalu berusaha memotivasi diriku sendiri ketika aku rapuh, aku percaya bahwa usaha yang sungguh-sungguh dan sabar akan mengalahkan usaha yang biasa-biasa saja. Karena sesungguhnya didalam sabar itu ada pintu kesuksesan. Man Jadda Wajada.

1 komentar: